Total Tayangan Halaman

Selasa, 20 Desember 2011

Fanfiction : Romance In Future | Jo twins


 Author                  : Lee Saena JAE *istri Lee Hyuk Jae yang cantik jelita*
Follow                   :@saenanchovy
Add                        : http://facebook.com/iamhansoorim (septia nafi’ah)
Cast                       : -Sung Jeo Hee
                                  - Jo Youngmin
                                  -Jo Kwangmin
                                  -Other members of BOYFRIEND
Genre                   : Romantic (Kalo gak bikin genre romantic gimana gituuuu (?))
Rating                   : PG (Gak tau, gue rada kalut (?) kalo nentuin genre yang jelas ini aman buat bocah                                          dibawah 17 taun)
Type                      : Oneshot
Warning               : Typo, abal, gak mutu, tidak masuk akal, penyiksaan terhadap tokoh-tokoh, yang gak suka mending pulang!
Summary             : Once upon in a morning, Jeo Hee found by a man named Youngmin in front of his house. She didn’t know how can she slept there and Youngmin told her that she came to the future. Does she believe it? Does she can back to her house?
Disclaimer           : The story is really my idea. Kwangmin is only mine and no one can disturb our relationship. I love Kwangmin and Kwangmin loves me! *ini apa?*
A/N                        : Please leave your comment or your LIKE. Your participation will help me. Please don’t bashing it if you dislike this story or pairing of this FF, soalnya susah tau bikinnya :P. Just leave it if you don’t like. I know this story is ABAL. But, DON’T COPY this story without PERMISSION. You can copy it but write MY NAME there^^. Happy reading!!^^
_____________________________________________________________________________________

                Udara dingin masih menyelimuti kota. Jalan masih sepi, hanya terdengar beberapa deru kendaraan yang sesekali lewat. Sebuah truk pengirim barang berjalan agak cepat karena bebasnya jalan. Sang supir yang berbadan gemuk dengan santainya menyetir dengan diiringi lantunan “2PM-Hands Up”. Sesekali ia bergumam tak jelas mengikuti lirik dari lagu yang berdentum keras dari radio truk yang dikendarainya. Tak lama kemudian truk itu berhenti di depan sebuah rumah. Sang supir turun dari truk lalu menurunkan sebuah kotak paket berwarna cokelat yang akan diberikan pada sang pemilik rumah.

                “Haaaah!” Teriaknya terdengar terkejut. Didapatinya sosok wanita berambut panjang tergerai lurus yang terbaring di dalam truk tersebut. Dengan perasaan sedikit takut, ia membopong dan menurunkan wanita tersebut. Dengan buru-buru ia memencet bel rumah tersebut lalu kabur tanpa sepengetahuan pemilik rumah tersebut. Ia sudah tak peduli lagi, ia sudah terlalu takut.

                Seorang pemuda keluar dari rumah tersebut. Sesaat ia mengedarkan pandangannya kemudian terhenti setelah melihat sebuah kotak berwarna cokelat muda tergeletak manis di depan tiang kotak suratnya. Ia tersenyum agak lebar, terlihat begitu riang. “LAPTOP-KU!!!” Teriaknya seketika sambil menimang-nimang kotak yang didapatkannya.
                 “Tunggu, kemana tukang pos-nya?” Ia bergumam sesaat.
                 “Ah, masa bodoh! Yang terpenting laptopku sudah sampai di tanganku.” Katanya lagi, melanjutkan monolognya.
                 “Apa itu?” Pikirnya sesaat melihat sesuatu yang ganjal, terlihat seperti sepatu seorang wanita. Ia hampiri benda aneh yang ada di depan pagarnya. Ia tercengang.
                “MAYAT!” Ucapnya seikit histeris. Ia goyangkan tubuh wanita yang tergeletak di depan pagarnya tersebut.
                “Agashi! Agashi! Ireona! Kau belum mati, kan?” Katanya masih berusaha membangunkan wanita tersebut. Wanita itu menggeliat kecil dan pemuda itu berhenti membangunkannya. Wanita itu duduk lalu mengucek pelan matanya sambil menguap. Sementara pemuda itu hanya terdiam dibuatnya. Wanita itu menatap pemuda tersebut heran, kemudian ia terlihat kebingungan.
                “Ige eodisseo?” Kata wanita itu panik, pemuda itu hanya diam kebingungan.
                “Nuguya?!” Tanya wanita itu sambil menunjuk wajah pemuda tersebut. Pemuda tersebut menepis jari telunjuk yang terpampang di depan wajahnya.
                “Kau ini sungguh tidak sopan!” Protes pemuda tersebut.
                “Tolong jawab aku! Ini dimana?” Kata wanita tersebut, masih sangat panik.
                “Ini Seoul.” Jawab laki-laki tersebut.
                “Seoul? Geojitmal!” Wanita tersebut tidak percaya.
                “Kau tidak percaya? Ini kartu penduduk-ku kalau kau tidak percaya. Lihat alamatnya!” Pemuda tersebut mengeluarkan sebuah kartu dari dompetnya. Wanita tersebut langsung mengambilnya. Matanya menelusur dan memang benar alamatnya di Seoul, tapi yang membuatnya tercengang saat matanya berhenti pada tanggal pembuatan kartu tersebut adalah….
                “Ini…. 2014?” Tanya wanita tersebut tak percaya dan yang membuatnya lebih tak percaya, pemua tersebut mengangguk. Akankah ia ada di masa depan? Entahlah kepalanya berputar-putar. Ia masih tidak percaya, bagaimana mungkin sesuatu yang hanya terjadi di film-film dan drama yang sering ditontonnya kini terjadi padanya, ini sungguh tidak masuk akal.
                “Hei. Kau kenapa?” Suara berat pemuda itu membuyarkan lamunannya.
                “I….ini, masa depan?” Tanyanya.
                “Molla? Kau datang dari masa lalu? Tahun berapa?” kata pemuda tersebut dan membuat wanita tersebut melongo.
                “A….aku dari 2011. Mana mungkin semua ini terjadi? Kau percaya bahwa aku datang dari masa lalu?” Tanya wanita tersebut.
                “Aku percaya saja. Semuanya bisa saja terjadi. Terkadang sesuatu yang muatahil, justru akan terjadi pada kita. Oh, ya. Perkenalkan, aku Jo Youngmin. Dangshineun nuguya?” Kata pemuda yang menyebut dirinya sebagai Jo Youngmin sambil mengulurkan tangannya. Wanita tersebut meraih tangannya agak ragu.
                “Naneun…  Sung Jeo Hee imnida.” Jawab wanita bernama Sung Jeo Hee tersebut.
                “OK, karena kau datang dari masa lalu dan tidak punya rumah, kau boleh tinggal disini untuk sementara waktu. Aku ini tinggal sendiri, jadi jangan khawatir kekurangan tempat.” Kata Youngmin.
                “Sendiri? Jinjja? Huh, lebih baik aku tidur di jalan.” Jeo Hee ragu. Youngmin menghela nafasnya.
                “Kau pikir aku akan macam-macam terhadapmu? Aku ada kamar lebih dan kau bisa menempatinya salah satu. Jangan khawatir, aku bukan namja seperti itu. Semuanya terserah kau. Kau pilih permukaan kasar dan keras jalanan atau kasur empuk di rumahku?” Youngmin memberikan pertimbangan.
                “Huh? Tidak, terimakasih. Aku tidak percaya.” Jeo Hee melangkah hendak meninggalkan rumah Youngmin.
                “OK, itu sudah menjadi pilihanmu. Selanjutnya terserah kau. Siapa yang menduga, ketika kau tidur nanti ada yang memperkosamu.” Youngmin berucap lagi dan membuat Jeo Hee menhentikan lagkahnya. Kali ini perkataan Youngmin ada benarnya. Lagipula, didengar dari perkataannya, Youngmin tak akan berbuat macam-macam terhadapnya. Jeo Hee berbalik dan dilihatnya Youngmin yang masih berdiri menunggu jawaban Jeo Hee.
                “Baik, aku ikut denganmu.” Youngmin tersenyum. Agaknya tebakannya tepat.
                “Deroseyo.” Ajak Youngmin dan Jeo Hee mengikutinya dari belakang.
                “Rumahmu lumayan juga.” Kata Jeo Hee sambil menatap ke sekeliling.
                “Ini rumah peninggalan orangtuaku.” Jawab Youngmin.
                “Orangtuamu? Kemana mereka?” Tanya Jeo Hee.
                “Orangtuaku sudah meninggal.” Sesaat Jeo Hee merasa bersalah sudah mempertanyakannya.
                “M…Mianhe, aku tidak bermaksud untuk….”
                “Gwenchana.” Potong Youngmin. “Oh ya, disini kamar mandinya. Silakan kalau kau ingin mandi.” Tawar Youngmin. Jeo Hee tampak berpikir beberapa saat. “Kenapa? Takut aku mengintip?” Terka Youngmin.
Jeo Hee menggaruk kepalanya. “S… siapa yang tahu” Kata Jeo Hee ragu.
                “Sudah sana! Aku tidak suka yadong seperti “Eunhyuk Super Junior”” sanggahnya.
                “Kau tahu Super Junior?” Jeo Hee tampak terkejut.
                “Siapa yang tidak mengenal mereka? Kita ini kan cuma berbeda 3 tahun. Jelas aku tahu, justru aku lebih mengetahui mereka lebih dulu karena aku lebih tua darimu. Cepat  mandi sana!”

                Jeo Hee melesat ke dalam kamar mandi kemudian keluar setelah beberapa menit dengan baju yang sama. Ia menghampiri Youngmin yang sedang menonton TV. Youngmin menatapnya.
                “Kau pakai baju yang tadi” Tanya Youngmin. Jeo Hee mengangguk.
                “Jorok! Tunggu di sini!” Ucap Youngmin lalu meninggalkan Jeo Hee di ruang TV. Tak lama kemudian, Youngmin kembali dengan membawakan beberapa pakaian.
                “Pakai itu! Kalau besok butuh pakaian lagi, bilang saja padaku.” Kata Youngmin. Tanpa basa-basi lagi, Jeo Hee masuk ke dalam kamar mandi dan mengganti bajunya. Jujur, iapun risih dengan pakaian yang sudah dipakainya berkali-kali, mungkin. Iapun tidak tahu sudah berapa hari ia mengenakan baju yang sama.

                Beberapa saat kemudian, Jeo Hee kembali dengan pakaian yang diberikan Youngmin. “Darimana kau dapatkan baju ini? Kau suka membawa wanita ke rumah, ya?” Kata Jeo Hee. Youngmin membelalakkan matanya. Tak menyangka gadis ini akan bicara sembarangan tentangnya.
                “Apa-apaan kau ini?! Kau pikir aku ini apa? Sembarangan saja bicara.” Kata Youngmin dengan nada kesal. Jeo hee membentuk huruf “V” dengan tangan kanannya.
                “Mianhe.” Katanya walaupun ia masih penasaran dengan asal pakaian ini dan rasa curiganya terhadap Youngmin semakin besar. Untuk apa seorang laki-laki yang tinggal sendirian menyimpan pakaian wanita?

                Tiba-tiba terdengar suara aneh di sekitar mereka. Jeo Hee memegangi perutnya. Youngmin menatapnya. Tatapan mereka bertemu dan Jeo Hee hanya bisa nyengir sambil menggaruk kepalanya.
                “Kau lapar sudah berapa hari kau tidak makan?” Tanya Youngmin. Jeo Hee mengangguk pelan.
                “3 tahun mungkin. Aku datang dari 2011 dan sekarang 2014. Itu berarti 3 tahun. Aku baru tahu kalau aku sehebat itu.” Youngmin menghela nafasnya. Agaknya ia menyesal mengajak gadis ini untuk tinggal di rumahnya untuk sementara waktu. Rasanya kehadiran gadis ini sedikit merepotkannya. “Harusnya aku biarkan saja ia pergi tadi.” Sesalya dalam hati.
                “Ada roti di lemari  pendinginku. Kau bisa ambil beberapa.” Kata Youngmin.
                “Jinjja? Gomawo Youngmin-ssi.” Kata Jeo Hee sambil berlari ke lemari pendingin.

                Jeo Hee membuka lemari pendingin Youngmin. Betapa terkejutya ia. Hanya ada roti dan beberapa botol air. Miskin sekali, batinnya. Tak ada sayuran sedikitpun. Apakah ia tidak pernah makan? Apakah semua orang di masa depan tidak terlalu membutuhkan makanan?

                “Youngmin-ssi, aku akan keluar sebentar.” Kata Jeo Hee sambil memakai sepatunya di depan pintu.
                “Kau mau kemana?” Tanya Youngmin menghampirinya.
                “Ke suatu tempat yang menguntungkan. Sampai nanti!” Kata Jeo Hee lalu meninggalkan rumah Youngmin. Youngmin sedikit khawatir dengannya. Gadis itu tidak tahu apa-apa tentang kota ini, bagaimana jika ia tersesat? Ia juga takut jika beberapa kelompok pemuda mengganggunya.

                Jeo Hee sampai di sebuah kedai kecil yang agak ramai. Ia tersenyum lebar dan menghampiri kedai tersebut. Pemilik kedai tersebut adalah seorang nenek yang agak tua.
                “Eumm…. Halmeoni, halmeoni terlihat kerepotan. Bolehkah aku membantu?” Tanya Jeo Hee. Nenek itu menatapnya.
                “Kau serius?” Jeo Hee mengangguk.
                “Tapi, nenek mau kan memberikanku bayaran? Aku lapar dan aku butuh uang.” Jeo Hee memohon. Nenek itu tersenyum.
                “Tentu saja. Syukurlah, aku memang sedang ssangat repot dan agak sulit melayani para pelangganku.” Kata nenek tersebut. Jeo Hee tersenyum senang.
                “Yeeeey, kamsahamnida halmeoni, jeongmal kamsahamnida.” Kata Jeo Hee sambil menggenggam tangan nenek tersebut.

***

                Hari sudah sore. Setelah bekerja melayani pelanggan yang sangat banyak, Jeo Hee duduk di salah satu kursi kedai. Nenek pemilik kedai menghampirinya.

                “Nona, silakan ini untukmu.” Kata nenek tersebut sambil memberikan semangkuk mie.
                “Jinjja? Kamsahamnida halmeoni.” Kata Jeo Hee senang.
                “Siapa namamu?” Tanya nenek tersebut.
                “Namaku Sung Jeo Hee, halmeoni sendiri?” Tanya Jeo Hee balik.
                “Panggil saja aku nenek Kang. Oh ya, kau bilang tadi ingin bayaran. Ini untukmu.” Kata nenek Kang sambil memberikan sejumlah uang.
                “Nenek Kang, ini terlalu banyak. Aku ambil saja segini. Sudah cukup kok. Eummm, bolehkah besok aku datang bekerja lagi?” Tanya Jeo Hee.
                “Tentu saja, datanglah kapan saja kau mau.” Kata nenek Kang sambil tersenyum.
                Jeo Hee tersenyum lebar. “Kamsahamnida!! Eum, halmeoni bolehkah aku minta sekantung mie lagi? Aku ingin memberikannya pada saudaraku.” Pintanya.
                “Ah, tunggu sebentar. Aku akan buatkan.” Kata nenek Kang lalu pergi ke dapur.

                Beberapa saat kemudian Jeo Hee pulang. “Halmeoni kamsahamnida. Ini uangnya.” Kata Jeo Hee.
                “Tidak usah, anggap saja ini hadiah setelah kau membantuku.” Tolah nenek Kang.
                “Tapi, aku kan sudah menerima gajiku.” Kata Jeo Hee.
                “Gwenchana. Lagipula kedai sudah tutup. Kalau bahan-bahan ini dibiarkan saja untuk berjualan lagi besok, kualitasnya akan berkurang.” Kata nenek Kang.
                “Jinjja? Jeongmal kamsahamnida.” Jeo Hee lagi-lagi mengucapkan terima kasih pada nenek Kang sambil membungkukkan badannya.

                Hari sudah mulai gelap, Jeo Hee tak tahu bahwa saat itu Youngmin mengkhawatirkannya. Jeo Hee hanya berjalan santai sambil membawa kantung makanan berisi mie yang akan diberikan pada Youngmin. Jalan raya sangat ramai. Banyak orang masih berlalu lalang di trotoar. Tiba-tiba matanya tertuju pada sesosok pria yag berjalan masuk menuju sebuah toko kaset. “Youngmin-ssi?” gumamnya. Ia berlari menghampiri sosok pria tersebut. Matanya menelaah dan menemukan sosok pria tersebut sedang berdiri di depan rak kaset.
                “Youngmin-ssi, apa yang kau lakukan disini?” Tanya Jeo Hee. Pria itu menoleh dan benar memang Youngmin. Namun, ia tak mempedulikan pertanyaan yang meluncur dari bibir Jeo Hee. Jeo Hee yang merasa diabaikan pun mencubit lengan pria tersebut.
                “Youngmin-ssi, harusnya kau lebih menghemat uangmu!” Kata Jeo Hee.
                “Kau ini apa, sih?” Pria tersebut membuka suara. Jeo Hee haya mendengus kesal.
                “Youngmin-ssi, kebetulan sekali aku bertemu denganmmu, aku takut tersesat. Kita bisa pulang bersama kan” Tanya Jeo Hee sambil memasang tampang aegyo-nya.
                “Terserah!” Kata pria itu cuek.

                Entah hanya perasaan Jeo Hee atau memang watak Youngmin sesungguhnya seperti ini.  Youngmin mala mini terlihat cuek, tak seperti pagi tadi yang begitu ramah. Tak berapa lama, pria itu ke kasir dan Jeo Hee menunggunya di depan pintu toko. “Gadis itu pacarmu?” Tanya kasir tersebut. Pria itu menoleh kearah Jeo Hee.
                “Molla.” Jawab pria tersebut.
                “Aigoo, jeongmal kyeopta.” Kata kasir tersebut.
                “Kamsahamnida.” Jawab pria itu sambil tersenyum.

                Pria tersebut keluar dan tanpa perintah dari pria tersebut, Jeo Hee mengikutinya dari belakang. Mereka terus berjalan melewati jalan yang dihiasi lampu jalanan. Batin Jeo Hee bertannya. Ia yang masih agak mengingat jalan ke rumah Youngmin menyadari kalau jalan ini bukanlah jalan yang ia lewati tadi. Namun, ia tak mempedulikannya mengingat ia bersama Youngmin yang jelas-jelas lebih mengetahui jalan menuju rumahnya.

                Kecurigaannya tak salah. Pria bernama Youngmin ini malah membawanya ke sebuah tempat yang tentu saja asing baginya.
                “Kau mau apa di tempat ini?” Tanya Jeo Hee. Youngmin tak menjawab.
                “Hello guys! Donghyun hyung, Hyungseong hyung, Jeongmin hyung, Minwoo-ya!” Sapanya pada beberapa laki-laki yang kelihatannya adalah temannya. Sementara Jeo Hee masih sibuk memperhatikan ruangan di sekitarnya.
                “Mana makananku?!” Tanya salah satu dari mereka, rambutnya berwarna hitam dan bernama Minwoo, No Minwoo. Youngmin melemparkan kantung berwarna putih yang di bawanya.
                “Jeogi nuguya?” Tanya salah seorang lagi, ia bernama Jeongmin. Youngmin menoleh lalu mengangkat bahunya tanda tak tahu.
                “Ia mengikutiku sendiri kemari.” Kata Youngmin.
                “Haha, pabo yeoja.” Kata Jeongmin lalu mendekati Jeo Hee.
                “Agashi, apa yang kau lakukan disini? Disini berbahaya.” Kata Jeongmin sambil memegang pundak Jeo Hee. Jujur saja Jeo Hee merasa risih dibuatnya. Ia lihat ke arah yang lain. Mereka hanya tersenyum picik. Sementara Youngmin malah sibuk mengobrol dengan Minwoo.  Dua temannya, Donghyun dan Hyunseong menyusul dan mendekati Jeo Hee.
                “Agashi, mau bermain dengan kami?” Kata Hyunseong dan membuat Jeo Hee terpojok.
                “Y….Y…youngmin-ssi….” Lirihnya pelan. Donghyun mencolek dagunya. Jeo Hee menolehkan wajahnya.
                “Jeongmal kyeopta.” Kata Donghyun.
                “Y…Youngmin-ssi….” Lirihnya lagi.
                “Youngmin nuguya? Kenapa kau terus memanggilnya?” Tanya Donghyun
                “J…jeogi… Youngmin-ssi.” Tunjuknya pada pria yang sedang duduk mengobrol di sofa. Mereka menoleh.
                “Geu namja? Namanya Kwangmin, bukan Youngmin.” Jelas Hyunseong. Jeo Hee tak percaya.
                “Aniyo! Geu namjaga Youngmin yeyo. Jo Youngmin yeyo.” Bantah Jeo Hee.
                “Wanita ini bicara apa sih?” Kata Jeongmin.
                “Kwangmin-ah, wanita ini memangilmu dengan nama Youngmin. Ada apa sebenarnya? Kau menipunya?” Tanya Jeongmin.
                “Ya, sembarangan saja kau bicara.” Laki-laki yang ternyata bernama Kwangmin tersebut menghampiri mereka. Kwangmin menarik tangan Jeo Hee.
                “Ayo ikut aku!” Kata Kwangmin.

                Mereka keluar bersama. Langkah Kwangmin yang sedikit lebih cepan membuat Jeo Hee terseok-seok mengikuti langakahnya.
                “Youngmin-ssi, jalan pelan-pelan!” Keluh Jeo Hee.
                “Kau belum mengerti juga? Namaku Kwangmin, bukan Youngmin!” Protes Kwangmin.
                “Aniyo! Kau ini Jo Youngmin, kan? Jangan menipuku! Kau ini amnesia atau apa, sih? Biar aku jelaskan. Kau menemukanku tadi pagi di depan rumahku dan aku berasal dari masa lalu dan…..” Jeo Hee terus bicara. Namun, kelihatannya tak sedikitpun Kwangmin tertarik dengan topik yang dibuat oleh Jeo Hee tersebut.

                Tak berapa lama, mereka sampai di rumah Youngmin.  Ternyata Youngmin menunggunya di luar. Wajah Jeo Hee terkejut kini melihat ada dua Youngmin di hadapannya. Tak terkecuali Youngmin, ia menemukannya, saudara kembarnya yang hilang, Jo Kwangmin.

                “Siapa wanita ini? Istrimu? Aku tak habis pikir kau menikahi wanita bawel seperti ini.” Keluh Kwangmin. Youngmin seakan tak mendengar kata-kata Kwangmin. Ia memeluk Kwangmin erat. Sementara Jeo Hee hanya memandang mereka dengan tatapan tak mengerti. Di luar dugaan, Kwangmin melepaskan pelukan Youngmin.
                “Aku mau pulang.” Ucap Kwangmin dingin. Youngmin menarik tangannya.
                “Kau mau kemana? Ini rumahmu!” Kata Youngmin. Kwangmin menepis tangan Youngmin dan berjalan menjauh. Youngmin hanya bisa menatap punggung Kwangmin yang semakin menjauh.

                “Youngmin-ssi. Aku bawa makanan untukmu.” Panggil Jeo Hee sambil memberikan kantung yang berisi mie yang ia bawa dan memegang lengan Youngmin.
                “Ayo masuk!” Kata Youngmin dan Jeo Hee mengikutinya dari belakang.

                Youngmin memakan mie-nya dengan lahap. Jeo Hee tahu, ia pasti sangat lapar. Setelah Youngmin menghabiskan mie-nya, mereka duduk di sofa dan terdiam. Jeo Hee hanya melihat dan memainkan kukunya satu-persatu. “Aishh!! Kau gila?! Sejak tadi kita diam! Buatlah satu topik!” Jerit Jeo Hee dalam hati.
                “Aku mau tidur!” Kata Youngmin.
                “Chamkaman!” Kata Jeo Hee.
                “wae?” Youngmin menoleh.
                “Eummm… maukah kau menjelaskan semuanya?” Kata Jeo Hee.
                “Semuanya?”
                “Ah! Aniyo. Lupakan saja.”
                “Arasseo.” Youngmin kembali duduk di sofanya. Youngmin berdehem sebentar.  “Keluargaku terdiri dari Ayah, Ibu, aku, dan saudara kembarku. Ayahku meninggal karena sakit, sedangkan ibuku dibunuh oleh gangster.” Tambah Youngmin. Jeo Hee menutup mulutnya tak percaya.
                “Gangster, B…bagaimana bisa?” Tanya Jeo Hee antusias. Youngmin duduk di sofanya dan menghela nafas perlahan.
                “Waktu itu bisnis Ayah sedang kacau dan membuat Ayah harus berhutang pada seorang rekan kerjanya. Mereka mempunyai hubungan yang baik. Ayah diberi waktu selama setengah tahun untuk melunasinya. Namun, sampai 5 bulan bisnis Ayah belum juga  mulus dan pada 1 bulan terakhir barulah semuanya stabil.” Ceritanya.
                “Lalu, mengapa Ibumu bisa dibunuh oleh gangster?” Tanya Jeo Hee penasaran.
                “Makanya dengarkan dulu. Uang yang dikumpulkan Ayah belum seberapa dibandingkan besar hutangnya. 1 bulan kemudian, teman Ayah tersebut menagih piutangnya. Ayah belum bisa melunasinya dan diluar dugaan, teman Ayah tersebut tidak mempercayai kata-kata Ayahku. Ayahku pun tidak tahu kalau ia seorang pimpinan gangster. Lalu sebagai gantinya adalah Ibuku. Orang itu memaksa Ibuku untuk menjadi istrinya. Terang saja Ibuku tidak mau, terlebih Ibu mengetahui bahwa orang itu pemimpin sebuah gangster. Ayah melindunginya habis-habisan. Namun, tetap saja Ayah yang sendirian tidak mampu merebut Ibu yang ditawan oleh para gangster tersebut.”
                “Kenapa kau tidak menolong Ayahmu? Kasihan Ayahmu! Pabo! Lalu apa kau sudah telepon polisi?”
                “Aku masih 5 tahun saat itu.” Ucap Youngmin kesal.
                “Polisi mencoba mengusutnya tapi tak pernah ada kabar. Kami hanya bisa menunggu. Ayahku selalu menangis dan sedih, ia menyesali semuanya. Terlebih lagi saat ditemukan berita bahwa Ibuku telah meninggal. Ia tak bisa berbuat apa-apa. Ayah jatuh sakit dan pada akhirnya Ayah meninggal. Meninggalkan rumah ini serta bisnisnya padaku dan saudara kembarku, Kwangmin.” Lanjutnya.
                “Jadi, laki-laki yang kau panggil Kwangmin tadi saudara kembarmu?” Tanya Jeo Hee dan Youngmin mengangguk.
                “Hari setelah meninggalnya Ayah, kami tinggal berdua di rumah ini. Saat itu Kami sedang tertidur. Saat aku terbangun, tak kudapati Kwangmin di sebelahku. Kucari ke seluruh ruangan di rumah ini, tak juga kutemukan sampai pada akhirnya kutemui selembar kertas di atas meja. Tulisan Kwangmin yang berkata bahwa ia sedang keluar mencari snack. Aku bernafas lega. Tapi, ia tak pernah kembali.”
                “Kau tidak mencarinya selama ini?”
                “Kau gila? Tentu saja aku mencarinya, tapi aku malah tersesat sendiri. Untunglah saat itu aku bertemu dengan tetanggaku dan ia yang mengantarkanku pulang. Aku yang masih 5 tahun tak bisa berbuat apa-apa lagi selain menangis.” Youngmin mengakhiri ceritanya. Sesaat terdengar isak tangis. Jeo hee menangis.
                “Kau ini kenapa?” Tanya Youngmin padanya.
                “M… mi… mianhe… sedih sekali.” Ucapnya sesegukan.
                “Haaah, harusnya tidak usah kuceritakan tadi.” Sesal Youngmin.
                “Aku ini berjiwa halus dan mudah menangis.” Kata Jeo Hee.
                “Mwo? Meracau saja! Tidur sana!” Kata Youngmin.

***

                Youngmin turun ke lantai bawah. Keruang makan dan betapa terkejutnya ia mendapati banyak makanan di maja makannya. Ditemukannya secarik kertas di atas meja.

“Youngmin-ssi!!! Makan yang banyak, ya! ^_-  Aku keluar sebentar. Aku akan kembali nanti sore. –Sung Jeo Hee, KYEOPTA :P”

                Tanpa sadar, Youngmin tersenyum membacanya. “Berangkat pagi hari dan pulang sore hari? Itu yang kau bilang sebentar, hem Kyeopta?” Kata Youngmin. Youngmin menyantap sarapannya. Sebenarnya ia agak heran, darimana Jeo Hee mendapatkan ini semua.

                Sementara itu, di tempat berbeda Jeo Hee sedang sibuk melayani pembeli yang datang ke kedai Nenek Kang. Hari ini kedai tampak lebih ramai dari biasanya. Mereka tampak sangat sibuk.  Ketika sore menjelang, mereka menutup kedainya. “Terima kasih Jeo Hee-ya.” Kata Nenek Kang. “Sama-sama Nenek. Terima kasih juga atas bayaran yang nenek berikan.” Balas Jeo Hee dan nenek Kang hanya tersenyum.

                Jeo Hee tidak langsung ke rumahnya. Ia mampir sebentar ke sebuah toko dan membeli beberapa makanan ringan lalu Ia pergi ke tempat Kwangmin. Entah apa yang dipikirkannya sehingga membimbing langkahnya ke tempat Kwangmin dan teman-temannya tinggal. Ia masuki lorong yang menghubungkan ruangan dengan pintu. “Kwangmin-ssi!!!” panggilnya. Keempat temannya memalingkan pandangan ke arahnya hampir bersamaan.
                “Kwangmin-ssi eodisseo?” Tannya Jeo Hee sambil bergantian memandang keempat teman Kwangmin, mulai dari Donghyun sampai Minwoo, mencari sebuah jawaban tapi mereka hanya terdiam.
                “Ya! Jawab aku!” Kata Jeo Hee dan membuyarkan lamunan mereka.
                “Kau itu gadis yang kemarin, kan?” Jeongmin malah balik bertanya. Jeo Hee melipat tangannya.
                “Menurutmu? Kalian jangan percaya diri dulu. Aku kemari untuk mencari Kwangmin karena ingin memberikan ini.” Kata Jeo Hee sambil menunjukkan kantung berwarna putih yang ia bawa.
                “Kenapa kau memberikan ini? Baik sekali kau padanya.” Tanya Minwoo.
                “Karena Kwangmin-ssi adalah saudara kembar Youngmin-ssi, dan Youngmin-ssi adalah temanku jadi tidak ada salahnya kalau aku juga bersikap baik terhadapnya.” Jelas Jeo Hee.
                “Kwangmin punya saudara kembar?” Tanya Donghyun. Jeo Hee mengangguk dan tiba-tiba mereka menariknya untuk duduk diantara mereka.
                “Jelaskan padaku!” Mereka tampak penasaran.
                 “Jadi, Kwangmin itu….” “Kalian sedang apa?” Kata-kata Jeo Hee terpotong oleh suara berat Kwangmin yang muncul tiba-tiba. Mereka mengalihkan pandangan ke arah Kwangmin. Kwangmin tampak terkejut saat melihat sosok Jeo Hee.
                “Geu yeoja!” Pekiknya.
                “Annyeong Kwangmin-ssi!” Kata Jeo Hee seraya melemparkan senyum lebarnya. Kwangmin menghampirinya dan menariknya keluar. Kantung yang dibawa Jeo Hee tadi pun ia tinggal di sekeliling keempat orang teman Kwangmin. Keempat orang itu saling berpandangan.
                “Makanan ini akan kalian apakan?” Tanya Minwoo.

                Sementara itu, diluar ruangan. “Mau apa kau kemari lagi?!” Tanya Kwangmin dengan suara agak keras dan terdengar kesal.
                “Aku cuma mau mengantarkan beberapa makanan untukmu. Kau ini kan saudara kembar Youngmin-ssi, karena Youngmin-ssi sudah menolongku dan bersikap baik terhadapku, maka tidak ada salahnya jika aku juga mengenalmu dengan baik. Oh iya, namaku Sung Jeo Hee. Bangapseumnida.” Jelas Jeo Hee. Kwangmin menghela nafas berat.
                “Jadi, Youngmin mengatakan semuanya?”Tanya Kwangmin dengan sorot mata teduhnya. Jeo Hee mengangguk.
                “Dia mengatakan apa saja?” Tanya Kwangmin lagi.
                “Dia menceritakan tentang orang tua kalian yang meninggal saat kalian 5 tahun. Ia juga menceritakan tentang ayah kalian yang meninggal karena sakit dan ibu kalian yang dibunuh oleh gangster.” Jelas Jeo Hee.
                “Termasuk menjelaskan kalau kami saudara kembar?” Jeo Hee mengangguk.
                “Tanpa dijelaskan semua orang pun tahu kalau kalian ini kembar.”  Tambah Jeo Hee.
                “Baiklah, urusanmu sudah selesai, kan? Sana pulang!” Kata Kwangmin.
                “Kau mengusirku, huh?” Jeo Hee sedikit tersinggung.
                “Apa aku melakukan hal yang salah? Urusanmu sudah selesai bukan? Tidak ada alasan untuk menahanmu disini.” Kata Kwangmin dan berlalu meninggalkan Jeo Hee.
                “Kwangmin-ssi, pulanglah!” Kata Jeo Hee dan membuat Kwangmin menghentikan langkahnya.
                “Untuk apa?” Tanya Kwangmin tanpa berbalik.
                “Bukankah seharusnya kau tinggal disana? Disana, rumahmu.”
                “Shireo.”
                “Wae?” Kwangmin tak menjawab. Tidak mungkin ia memberitahu pada gadis ini tujuannya yang sebenarnya.
                “Kenapa diam?” Tanya Jeo Hee.
                “Nanti kau akan tahu jawabannya. Lebih baik kau pulang, kau tidak mau membuat Youngmin khawatir, kan?” Kata Jeo Hee dan meninggalkannya. Jeo Hee hanya tersenyum masam tak habis pikir dengan sikap Kwangmin yang berbeda jauh dengan Youngmin. Perlahan Jeo Hee meninggalkan ruangan itu.

                Kwangmin memasuki basecamp-nya. “Apa yang kau lakukan dengannya?” Tanya Donghyun.
                “Namanya Sung Jeo Hee.” Jawab Kwangmin. Keempat orang itu hanya berpandangan heran dengan jawaban Kwangmin yang sama sekali tak sesuai dengan pertanyaan yang di lontarkan.
                “Darimana kalian dapatkan ini?” Tanya Kwangmin.
                “Gadis itu yang membawanya. Dia bilang untukmu.” Kata Hyungseong.
                “Untukku? Lalu mengapa kalian mengambilnya?” Tanya Kwangmin.
                “Kau jahat sekali pada hyungmu heoh?” protes Donghyun.
                “Aku tidak menganiaya kalian. Aku kan hanya bertanya mengapa kalian mengambilnya.” Mereka terdiam. Kwangmin mengambil sekaleng minuman yang dibawa Jeo Hee tadi lalu duduk di samping Jeongmin.

                “Jadi namanya, Jeo Hee?” Kata Jeongmin.
                “Nae, wae? Kau menyukainya?” Tanya Kwangmin. Jeongmin hanya tertawa.
                “Untuk apa? Ia bukan tipeku. Tipeku bukan gadis berisik yang terlalu polos seperti dia.” Jelas Jeongmin.

                Di atas trotoar, Jeo Hee berjalan perlahan. Jalanan begitu ramai oleh kendaraan yang berlalu lalang. Ia menoleh ke arah salon di sisi trotoar, sesaat ia teringat betapa rambut panjangnya mengganggunya kala berkerja di kedai. Ia memasuki salon tersebut. “Silyehamnida.” Ucapnya dan salah satu pegawai salon tersebut menoleh ke arahnya.
                “Nae, wae geurayo agashi?” Tanyanya.
                “Eumm… bisakah anda memotong rambut saya kira-kira sependek ini.” Ucapnya sambil menunjuk bahunya.
                “Tentu saja, agashi.” Kata Pegawai tersebut.

***

                Jeo Hee keluar dari saln tersebut. Ranbut panjangnya kini telah kandas sebahu. Wajahnya terlihat lebih muda dari sebelumnya.  Sadar sudah semakin malam, ia berlari takut Youngmin mengkhawatirkannya. Begitu sampai langsung saja ia masuk ke rumah Youngmin.
                “Youngmin-ssi.” Panggilnya. Youngmin muncul dari dapur.
                “Nae, darimana saja kau… OMO!” Jawabnya.
                “Wae?” Tanya Jeo Hee.
                “Rambutmu?”
                “Oh, ini. Aku baru saja memotongnya. Oh iya, ini aku bawakan ini. Mian sudah dingin. Aku diberikan nenek Kang.”
                “Nenek Kang?”
                “Ah… bukan siapa-siapa. Sudah makan mie-mu. Kau lapar, kan?”
                “Kau ini senang sekali merahasiakan sesuatu.”
                “Mwoya?” Jeo Hee tertawa.
                “Iya, kau banyak sekali merahasiakan sesuatu dariku.”

***
Seminggu kemudian…….

                “Jeo Hee-ya, sudah seminggu kau disini tapi aku belum pernah mengajakmu berkeliling masa depan. Apa kau tidak penasaran?” Tanya Youngmin tiba-tiba. Jeo Hee yang baru pulang kerja terdiam di tempatnya.
                “Maksudmu?” Tanya Jeo Hee tak mengerti.
                “Tidak apa, hanya bermaksud mengejakmu jalan-jalan. Kalau kau tidak mau tidak apa.” Kata Youngmin. Jeo Hee tersenyum.
                “Aku mau.” Jawab Jeo Hee. Terlihat senyum kemenangan di wajah Youngmin. Youngmin pun tak mengerti apa yang dilakukannya. Tapi, entah mengapa hatinya begitu senang kala mendengar kesediaan Jeo Hee untuk pergi bersamanya.
                “Besok pagi?” Tanya Youngmin. Jeo Hee mengangguk.
                “Sudah, ya. Aku mau mandi dulu.” Ucap Jeo Hee lalu masuk ke kamar mandi. Senyum Youngmin masih mengembang di wajahnya.  Bahkan ia mengepalkan tangannya sambil mengatakan “YES!” berulang kali.

***
                Sambil berjalan pelan mereka memandangi pemandangan indah sungai han yang ada dihadapannya. Tak ada suara di antara mereka. “Dulu kami sering kesini.” Kata Youngmin membuka pembicaraan. Jeo Hee mengalihkan pandangannya. Terlihatlah tatap sendu Youngmin yang mengingatkannya pada seseorang yang mempunyai sorot sama, Kwangmin.
                “Sorotmu sama dengan Kwangmin.” Kata Jeo Hee sambil tertawa. Perkataan bodoh Jeo Hee merusak memori manis yang hendak diceritakannya pada gadis ini.
                “Kau ini! Kami ini kembar. Tentu saja mata kami sama.” Kata Youngmin. Jeo Hee masih tertawa.
                “Tidak juga. Kalau seperti biasa, Kwangmin lebih dingin, berbeda denganmu yang lembut.” Youngmin tersentak. Sedalam itukah Jeo Hee mengenal mereka?
                “Bagaimana kau tahu ia orang yang dingin. Bukannya kau baru bertemu denganya sekali?” Tanya Youngmin. Jeo Hee baru ingat bahwa selama ini ia merahasiakannya, merahasiakan kalau setiap pulang kerja ia selalu ke basecamp Kwangmin untuk memberinya makanan.
                “Sepertinya kau ingin mengatakan sesuatu tadi? Kalian sering kemari? Siapa yang kau maksud?” Jeo Hee mencoba mengalihkan pembicaraan.
                “ah…. Aniyo. Dahulu aku, Kwangmin, ayah, ibu sering menghabiskan waktu kemari.” Kata Youngmin. Kata-katanya membuat Jeo Hee mengingat orangtuanya. Sudah seminggu ia tidak pulang dan ia tidak tahu bagaimana cara untuk pulang. “Mianhe umma, appa.” Ucap Jeo Hee lirih. Ternyata gumamannya itu terdengar oleh Youngmin. Youngmin menoleh kearah Jeo Hee yang memandang lurus ke arah sungai Han sejenak lalu kembali menatap lurus sungai Han.
                “Kau merindukan orangtuamu?” Tanya Youngmin. Terlihat wajahnya yang menampakkan keterkejutan. Jeo Hee tak menyangka kata-kata lirihnya barusan terdengar oleh Kwangmin.
                “Eum…. Sedikit.” Jawab Jeo Hee.
                “Sedikit atau banyak?” Tanya Youngmin.
                “ Maumu?” Kata Jeo Hee sambil tertawa.
                “Aish, ige yeoja.” Kata Youngmin namun Jeo Hee hanya tertawa.

                Tak berapa lama mereka jalan kembali dan melewati sebuah jalan yang agak ramai. Kemudian seorang wanita menghampiri mereka. “Selamat datang di festival ini. Yeojachingumu pasti akan menyukainya.” Katanya. Jeo Hee mengalihkan wajahnya. Terllihat semburat merah di pipinya.
                “Yeojachingu?” Youngmin bingung. Wanita tersebut melirik ke arah Jeo Hee.
                “Ahahaha, geu yeoja? Nae, ia yeojachinguku.” Kata Youngmin sambil merangkulnya. Wanita tersebut hanya tertawa.

                Perjalanan mereka tanpa terduga membawa mereka menjadi bagian dari festival tersebut. Banyak orang berlalu lalang sambil sesekali mampir ke tenda pedagang-pedagang yang menjajakan barangnya disana. Kalo di Indonesia macam tenda gaul gitu (?). Mereka tertawa penuh canda, bahkan rasa rindu Jeo Hee pun tersingkirkan oleh gelak tawanya. Mereka sempat mampir ke toko pakaian, cederamata, sampai penjual makanan.
                “Youngmin-ssi, lihat ada peramal.” Kata Jeo Hee. Lengannya ditarik oleh Youngmin.
                “Bisakah jangan terlalu formal denganku? Panggillah aku ‘oppa’, bisakah?” pinta Youngmin dan membuatnya terbelalak. “Panggil aku oppa mulai hari ini! Aratchi? Kajja!” Youngmin menarik Jeo Hee memasuki tempat peramal tersebut. Jeo Hee agak bergidik ketika memasukinya. Nuansanya gelap dan  ruangannya hanya diterangi lampu-lampu berwarna merah dan lilin. Kenapa merah? Ya, peramalnya cassiopeia mereun. *author di depak readers*. Mereka duduk bersebelahan. Peramal tersebut melakukan beberapa ritual aneh yang membuat mereka sesekali bergidik dan terkejut *ngabrigidik euy (?)* “Baru kali ini aku menemukan hal seperti ini. Pada dasarnya kalian dipertemukan dan ditakdirkan untuk bersama. Tapi, kalian berada pada dimensi yang berbeda dan masa kalian menjadi agak menyimpang. Benar, kan?” Kata peramal tersebut. *R : maksudnya apa thor? A: ehm…. Gua juga gak tau sebenernya.*author di sambit*
                “Dimensi?” youngmin bingung. Peramal tersebut mengangguk.
                “Bagaimanapun wanita ini harus kembali ke masanya.” Jelas peramal tersebut. Jeo Hee dan Youngmin saling berpandangan.
                “B…..bagaimana caranya?” Tanya Jeo Hee.
                “Agak sulit, kau harus datang ke tempat pertama kali kau datang kemari. Karena gerbang masamu ada disana.”
                “Tempat pertama aku kemari?”
                “Bawalah mantra ini untuk membuka pintu tersebut.” Peramal tersebut memberinya secarik kertas.
                “Ah! Rumahmu! Ayo pulang!” Ajak Jeo Hee.
                “Ya Agashi!”
                “Nae?”
                “Mana bayaranmu?” Jeo Hee menepuk dahinya. Ketika ia mengulurkan uangnnya, youngmin mecegahnya.
                “Karena aku yang mengajakmu pergi, maka aku yang akan membayarnya.” Kata Youngmin sambil menunjukkan wink-nya. “Kamshahamnida.” Tambahnya.

                Mereka keluar dari ruangan tersebut. Jeo Hee berlari lebih dulu. Youngmin terus memanggilnya sambil terus mengejarnya. Sesampainya mereka di rumah, Jeo Hee langsung berdiri di depan pagar tempat pertama kali mereka bertemu. Jeo Hee membaca mantra yang di berikan peramal tersebut. Namun, Youngmin menahannya. “Chamkaman!” Youngmin memeluknya erat. “Jeo Hee-ya, berjanjila untuk tidak melupakanku. Berjanjilah bahwa kita akan bertemu diwaktu yang lain. Berjanjilah sebagai uang bayaran sewa kamar di rumahku selama ini.” Youngmin merenggangkan pelukannya. Bulir bening menetes di pipi Jeo Hee. Youngmin mengusapnya dngan ibu jarinya. “Bagaimana mungkin aku melupakan oppa yang sudah jelas menemaniku dan bersikap baik denganku. Iya, aku akan membayar uang sewanya.” Kata Jeo Hee. Youngmin kembali memeluknya. Jeo Hee mengucapkan mantranya. “Saena neomu yeppeo, geu geunyeoreul boneun naneun michyeo ha hajiman ijen jichyeo replay replay replay.” *author ngumpet di ketek hyuk XD*

                “Eh? Tak ada sesuatu yang terjadi.” Kata Jeo Hee. “Kau tidak salah baca mantranya bukan?” Tanya Youngmin. Jeo Hee menggeleng. “Ah, mungkin bukan disini tempatnya.” Kata Youngmin. “Lalu dimana? Hah, padahal kita sudah saling menangis tadi.” Jeo Hee kecewa dan mengerucutkan bibirnya. “Ah! Mungkin tukang pos itu tahu sesuatu tentangmu. Tapi, tukang pos yang mana? Tunggu sebentar.” Youngmin memasuki lagi rumahnya dan kembali membawa secarik kertas. “untung aku belum membuangnya.” Kata Youngmin dan menarik Jeo hee pergi.
“Kalian mau kemana?” Tanya seseorang yang membuat Youngmin menghentikan langkahnya. “K… Kwangmin?” Youngmin Tak percaya. “Kau tidak usah terpesona seperti itu. Aku ada perlu denganmu. Bisa kau ikut aku sebentar?” Kata Kwangmin. “Kita tidak punya banyak waktu, Kwangmin-ah. Kau tunggu saja disini. Ini kunci rumahku.” Kata Youngmin dan menarik Jeo Hee.

Mereka menaiki bus. “kita mau kemana?” Tanya Jeo Hee. “Kantor pos.” Jawab Youngmin dan Jeo Hee hanya membalasnya dengan tatapan tak mengerti. Mereka sampai di kantor pos. “M… nona, boleh aku tahu siapa tukang pos yang mengantar barangku ke rumahku?” Tanya Youngmin pada wanita yang duduk di depan komputernya.
“Maaf, pada tanggal dan jam berapa?” Tanya wanita tersebut.
“Pada tanggal ‘n’ bulan ‘m’ sekitar pukul 8 pagi. Ini tanda buktinya.” Kata Youngmin lalu menyerahkan secarik kertas yang dibawanya tadi.
“Tunggu sebentar.” Wanita tersebut membuka data di komputernya. “Sepertinya tuan Baek Jong ssik. Ada apa tuan?” Tanya wanita tersebut.
“Kami ada perlu sebentar dengannya. Bisa kami minta waktu sebentar? Bukankah ini jam istirahat?” Kata Youngmin. Wanita itu mengangguk dan meraih telepon disisi kanannya.

Tak lama, seseorang dengan tubuh gemuknya menghampiri mereka. “Anda mencari saya?” Tanyanya.
“Anda tuan Baek Jong Sik? Apa anda yang mengantar paket ke rumahku pada tanggal ‘n’? ini alamatnya.” Kata Youngmin. Pria itu berpikir sejenak.
“Ah, ya! T… tuan… maaf saya tak bermaksud menaruh mayat tersebut disana. Bukan aku yang membunuhnya. Tolong jangan laporkan pada polisi.” Kata pria tersebut memohon. Youngmin tak mengerti. Jeo Hee menampakkan dirinya dari balik tubuh Youngmin.
“Mayat?” Katanya.
“Wa! MAYAT HIDUP!” pria tersebut terlihat ketakutan.
“aniya. Dia ini bukan mayat. Waktu itu dia masih hidup. anda bisa beritahu kami dimana anda menemukan gadis ini? Tolong kami.” Jelas Youngmin.
“J…jinjja? A.. aku.. menemukannya di pick up kami. M..ma..mari saya antar.” Pria tersebut masih terlihat agak takut.

Mereka pergi ke mobil yang di maksud tuan Baek tersebut. “Aku menemukannya di box mobil ini.” Jelasnya. Jeo Hee segera naik ke box mobil tersebut.
“Hati-hati, Jeo Hee-ya.” Kata Youngmin.
“Eum… saena…” “Chamkaman! Jangan lupa dengan janjimu!” Kata Youngmin. Jeo Hee mengangguk sambil tersenyum.
“Gomawo, oppa.” Ucapnya. Jeo Hee kembali mengucapkan mantranya dan dalam sekejap saja Jeo Hee menghilang.
“D… dia kemana tuan?” Tanya tuan Baek.
“Dia kembali ke masanya. Sudah ya tuan. Kamsahamnida.” Kata Youngmin dan meninggalkan tuan Baek terpaku tak mengerti.

                Youngmin sampai di rumahnya dan bertemu dengan Kwangmin. “Ada apa?” tanya Youngmin pada Kwangmin yang sedang menonton televisi.
                “YA! K…. kau… aku sedang berhemat tagihan listrik kau tahu?!” Kata Youngmin, sementara Kwangmin malah mengabaikan dan tetap pada televisinya.
                "Long time no see, my twinnie.” Ucapnya.
                “Cih!”
                “Mau kuberitahu sesuatu? Aku menemukan tempat dimana pembunuh ibu tinggal.”
                “Jinjja?”
                “Ikutlah denganku.” Kwangmin menarik tangannya.
                “Chamkaman!”
                “tidak ada yang perlu ditunggu, ayo cepat!”

                Mereka pergi berdua dan sampailah mereka ke sebuah rumah besar. “Kau yakin ini rumahnya?” Tanya Youngmin.

                “Kau meragukan aku?” Kata Kwangmin sambil menyeringai. Youngmin hanya terdiam.
                “Sebentar lagi, tamat seluruh riwayatmu dalam penjara, Mr. Lee.” Gumam Kwagmin.
                “Kau sudah menelepon polisi?” Tanya Youngmin.
                “Menurutmu?”

                Tak berapa lama terdengar sirine mobil polisi. “Ayo pulang.” Kata Kwangmin.
                “Wae?” Tanya Youngmin bingung.
                “Urusan kita sudah selesai, bukan?” Kata Kwangmin sambil membenahi rambutnya yang tertiup angin.
                “Berhenti bersikap sok cool!” Kata Youngmin sambil menempeleng kepala Kwangmin dan berjalan mendahuluinya.
                “Y…Ya!” Kwangmin berlari menyusul Youngmin.

Mereka pulang dengan menaiki bus. “Aku sudah puas sekarang.” Ucap Youngmin. Kwangmin hanya tersenyum meremehkan.
“Makanya kau ini jangan di rumah terus!” Kata Kwangmin.
“Sebenarnya kemana saja kau selama ini?” Tanya Youngmin.
“Aku punya basecamp yang ditinggali aku dan teman-temanku dan mereka juga yang membantuku mencari keberadaan manusia brengsek itu.” Kata Kwangmin.
“Baik sekali mereka.” Kata Youngmin.
“Kau pikir begitu? Haha mereka tidak akan mau kalau tidak aku iming-imingi sesuatu.”
“Mwo?”
“Aku berjanji untuk mengijinkan mereka tinggal di rumah kita.”
“Mwoya? Itu rumahku!” Youngmin mendapat jitakan dari Kwangmin.
“Enak saja kau bicara.” Kata Kwangmin. “oh ya, ngomong-ngomong kemana yeoja itu?”
“Siapa? Jeo Hee?”
“Nae. Kau tahu? Setiap pulang kerja ia selalu pergi ke basecamp-ku sambil membawa kantung-kantung makanan. Ia amat menggangguku. Kalau saja ia tidak datang, pasti aku bisa lebih cepat menjalankan misi ini.”
“Jinjja? Ia bekerja? Kenapa ia tak memberitahukan padaku? Kau tidak pernah melakukan apa-apa dengannya kan?”
“Maksudmu? Ya! Kau pikir aku manusia macam apa? Kau belum jawab pertanyaanku.”
“m.. ia, sudah kembali ke masa-nya.”
“Masanya?”
“Nae.”

#Flashback

“MAYAT!”
                “Agashi! Agashi! Ireona! Kau belum mati, kan?”
                “Ige eodisseo?”
                “Nuguya?!”
                “Kau ini sungguh tidak sopan!”
                “Tolong jawab aku! Ini dimana?”
                “Ini Seoul.”
                “Seoul? Geojitmal!”
                “Kau tidak percaya? Ini kartu penduduk-ku kalau kau tidak percaya. Lihat alamatnya!”
                “Ini…. 2014?”
                “Hei. Kau kenapa?”
                “I….ini, masa depan?”
                “Molla? Kau datang dari masa lalu? Tahun berapa?”
“A….aku dari 2011…..”

#Flashback end

“Kau bergurau. Katakan. Aku ingin mengatakan sesuatu padanya.”
“Aku serius. Apa itu”
“Aniyo.”

Kwangmin menatap ke arah luar jendela. “Youngmin-ssi, harusnya kau lebih menghemat uangmu!” “Kau ini apa, sih?” “Youngmin-ssi, kebetulan sekali aku bertemu denganmmu, aku takut tersesat. Kita bisa pulang bersama kan” “Terserah!”

“J…jeogi… Youngmin-ssi.” “Geu namja? Namanya Kwangmin, bukan Youngmin.” “Aniyo! Geu namjaga Youngmin yeyo. Jo Youngmin yeyo.” “Wanita ini bicara apa sih?” “Kwangmin-ah, wanita ini memangilmu dengan nama Youngmin. Ada apa sebenarnya? Kau menipunya?” “Ya, sembarangan saja kau bicara.” “Ayo ikut aku!” “Youngmin-ssi, jalan pelan-pelan!” “Kau belum mengerti juga? Namaku Kwangmin, bukan Youngmin!” “Aniyo! Kau ini Jo Youngmin, kan? Jangan menipuku! Kau ini amnesia atau apa, sih? Biar aku jelaskan. Kau menemukanku tadi pagi di depan rumahku dan aku berasal dari masa lalu dan bla bla bla….”

 “Kwangmin-ssi, pulanglah!” “Untuk apa?” “Bukankah seharusnya kau tinggal disana? Disana rumahmu?” “Shireo.”

Sekelebat memori tentang Jeo Hee kembali berputar di kepalanya. Semuanya membuatnya makin sadar tentang perasaannya. Awalnya, Kwangmin memang merasa kesal, sangat kesal. Namun, kepolosan Jeo Hee membawanya jatuh ke palung hati Jeo Hee. Ia jatuh cinta pada Jeo Hee. “Ia yeoja yang polos.” Kata-kata Youngmin membuyarkan lamunannya.
“Eoh?”
“dan aku mencintainya.” Lanjutnya. Kwagmin tersentak. Saudara kembarnya pun mengalami hal yang sama.
“j…jinjja? Haha seleramu aneh!” Ejek Kwangmin. Mendengar kata-kata Youngmin, Kwangmin berniat mengurungkan keinginannya. Lagipula mereka memang dekat dan semua kebaikan Jeo Hee tidak lain karena ia adalah saudara kembar Youngmin, orang yang menyelamatkannya di masa depan ini, menurutnya.
“Malam ini kau harus memasakanku makanan yang enak untukku dan teman-temanku.” Kata Kwangmin.
“Mwo?”

***

3 years later…………

                “Akh……” Pekikku dan membereskan bukuku yang berjatuhan setelah ditabrak beberapa anak-anak playgroup yang sedang berkeliling bersama guru mereka. Sebuah tangan terulur di depanku da membantuku berdiri. Kuselipkan rambutku di belakang telinga.
                “Kamsaham….nida…” Ucapku terbata begitu mengetahui sosok yang ada di depanku.
                “Cheonmaneyo.” Jawab laki-laki tersebut lalu meninggalkannya.
                “Chamkamanyo. Kau…… aku Jeo Hee.”
                “Nae, arasso. Kau sudah membayar setengah dari sewa kamarmu sekarang.” Ucapnya. Kupeluk erat orang tersebut.
                “Oppa! Nan bogoshipoyo.” Katanya.
                “Hei, lepaskan. Orang-orang melihat kita.”
                “Biarkan.” Aku mulai menangis.
                “Ingat uang sewamu belum lunas.” Aku melepaskan pelukanku.
                “Mwo?”
                “nae, semua akan lunas jika kau menikah denganku.” Katanya. Aku membungkam mulutku tak percaya.
                “Oppa. Kau bercanda?” Tanyaku.
                “Aniyo. Neol saranghae.” Ucapnya sambil mengeluarkan sebuah kotak berisi cincin.
                “Hahaha.” Aku meninju bahunya pelan. “Neo, neo gateun saram tto eopseo.”
                “Kau bersedia?”
                “Bawa super junior ke hadapanku, maka aku akan menerimamu.” Kataku sambil menjulurkan lidah.
                “Mwo?” aku berlari dan ia mengejarku. Ia terus mengejarku sampai aku jatuh ke dalam pelukannya.

                “Lepaskan aku!” Ucapku.
                “Shireo! Kau milikku sekarang!” Kata dan mempererat pelukannya.

THE END

#Yeeeeyyy, HAPPY NEW YEAR!!!!! Walaupun kecepetan LOL. Hehehehe. Aneh ya ceritanya? Eotte? Kasih sarannya di kotak yang dibawah itu ya hehehe *tunjuk kotak komentar* Kamsahamnidaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa :)

Sweet greeting,

Lee Saena Jae & Lee Hyuk Jae
Yang berbahagia :D